Saturday, March 3, 2018

Raja Ampat, Firdaus Bahari dari Papua Barat

Keindahan pantai dan kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
(Sumber: http travacello.com)


Alam Papua, tak ada yang membantah, menyimpan keindahan yang tiada tara. Wilayahnya yang sebagian besar belum banyak terintervensi oleh manusia memberikan keindahan eksotis yang memukau. Salah satu keindahan luar biasa yang mencuat dari kawasan ini adalah perairan dan kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Perairan Raja Ampat tampak dan terasa teduh pada pertengahan bulan April. Ombak dan arusnya jinak. Panorama gugusan pulau karang dan beningnya perairan di kepulauan yang berada di ujung kepala burung Pulau Papua ini sungguh menyejukkan mata.
Raja Ampat tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati keindahan, melainkan juga dapat menjadi lokasi petualangan. “Saya kira Raja Ampat hanyalah tempat yang hanya memiliki pantai-pantai yang indah, ternyata berwisata ke sini penuh dengan petualangan,” kata Idayu Suparto, jurnalis dari Singapura, dalam Journalist Visit Program yang diadakan Kementerian Luar Negeri RI.
Para peserta menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam menggunakan kapal feri untuk menyeberang dari Sorong menuju Waisai di Pulau Waigeo. Dari Waisai, yang merupakan ibu kota Kabupaten Raja Ampat ini, mereka masih menempuh perjalanan dengan kapal selama sekitar empat jam untuk sampai ke Wayag.
Selama perjalanan ke Wayag, mereka menyaksikan birunya langit, pulau-pulau karang, ikan terbang yang berselancar di permukaan air, ikan  bersirip merah, serta sekawanan lumba-lumba. Sesampai di Wayag, mereka memanjat bukit karang terjal selama sekitar 30 menit untuk mencapai puncak agar dapat melihat panorama gugusan Pulau Wayag yang tersohor. Dari bukit karang di Pulau Wayag, mereka dapat menikmati panorama seluruh Raja Ampat.
Raja Ampat tergelar dengan banyak sisi dan sudut yang terangkum dalam bingkai keindahan yang menawan. Keindahan luar biasa bisa disaksikan dari sana. “Dari atas, saya melihat surga. Ini merupakan pemandangan terindah yang pernah saya saksikan,” kata Sopheak Khuon, pewarta asal Kamboja.
Kepulauan Wayag yang menawan (Sumber: http travacello.com)

·        Tradisi Sasi
Pesona Raja Ampat bukan sekadar Wayag yang sering disebut orang “ikonik dan fotogenik”, yang kerap menghiasi kalender dan halaman depan kampanye pariwisata Indonesia, melainkan juga masyarakat setempat yang berupaya menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian firdaus bahari di Indonesia Timur itu. Masyarakat adat di Raja Ampat memiliki kearifan lokal melalui tradisi yang disebut ‘sasi laut’. Sasi laut merupakan aturan tak tertulis yang melarang penangkapan hewan laut pada waktu-waktu tertentu.
Tradisi turun-temurun itu diwariskan leluhur mereka untuk menjaga keseimbangan kehidupan hewan laut dari penangkapan (eksploitasi) yang berlebihan. Dalam kurun waktu-waktu tertentu, bisa tiga bulan, enam bulan, atau bahkan satu tahun, dengan kesadaran diri karena aturan adat, nelayan tidak melakukan penangkapan ikan dan hewan laut. Setelah masa yang ditentukan lewat, nelayan diperbolehkan memancing kembali di laut.
Selain tradisi sasi laut, masyarakat setempat juga memiliki tradisi lain yang mirip untuk menjaga kelestarian lingkungan, yakni ‘sasi darat’. Berdasarkan tradisi terakhir ini, masyarakat tidak boleh menebang pohon atau mengambil buah dari hutan untuk dikonsumsi. Masyarakat diperbolehkan mengambil kayu di hutan, tetapi sebatas untuk dipakai sendiri, tidak untuk dijual keluar dari Raja Ampat. Hal ini membuat hutan di Kepulauan Raja Ampat hingga kini tetap hijau, rimbun, dan asri sehingga menjadi suaka yang aman bagi berbagai spesies burung, seperti cendrawasih, murai batu, bangau, dan elang.
Kabupaten Raja Ampat memiliki luas kurang lebih 46.000 kilometer persegi. Dari luas ini, kurang lebih 87 persennya merupakan laut. Menurut catatan Conservation International, perairan Raja Ampat menjadi rumah bagi kurang lebih 75 persen spesies karang dunia. Karang-karang ini menjadi sumber makanan, mata pencaharian, dan tempat berlindung dari badai tropis bagi sekitar 65.000 penduduk yang bermukim di 121 kampung yang tersebar di 37 pulau.
(Sumber: Diolah dari Antara  dan https://travel.tempo.co, Sabtu, 23 April 2016, 06.00 WIB)

No comments:

Post a Comment